Jumat, 05 November 2010

Butuh perubahan

     Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia, berdasarkan catatan resmi catatan sipil, tahun 2007, jumlah penduduk Jakarta adalah 7.706.392 jiwa, sedangkan berdasarkan perkiraan, pada siang hari, penduduk Jakarta bisa mencapai 12 juta jiwa. Mobilitas penduduk Jakarta yang sangat cepat dan massal ini membutuhkan dukungan infrastuktur transportasi yang modern dan massal pula. pengertian modern dan massal di sini adalah sebuah system transfortasi yang cepat, aman, efisien, dan berkapasitas menampung banyak orang.

     Penggunaan kendaraan pribadi (khususnya mobil) yang berlebihan membuat intensitas kemacetan sangat tinggi, padahal Pemda DKI jakarta sudah melakukan upaya untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan, seperti penggunaan jalan 3 in 1, dan transportasi modern (busway), tapi upaya tersebut tidak akan berhasil jika masih banyak penggunaan pribadi yang banyak berlalu lalang dijalan jalan.


     Butuh kesadaran dan melakukan sosialisasi terhadap setiap masyarakat agar kota tercinta kita mengalami perubahan yang signifikan. seharusnya kita. berdasarkan situs
http://treeatwork.blogspot.com/2010/07/tujuh-solusi-kemacetan-jakarta.html 7 solusi menanggulangi kemacetan :


1. Parking surcharge, bukan road pricing.
Road pricing bagus, tapi repot pelaksanaannya dan rawan pelanggaran. Ada cara lebih mudah dan efektif: kenakan saja biaya parkir tambahan yang cukup tinggi (Rp 20.000 per sekali masuk?) di luar biaya parkir resmi buat seluruh kendaraan yang parkir di kawasan bisnis utama Jakarta. Orang akan enggan membawa mobil ke kawasan tersebut . Kalaupun membawa mobil, kalau sudah parkir akan enggan mengeluarkannya lagi. Untuk bepergian mereka akan terdorong untuk memilih berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum.

2. jalur pejalan kaki bukan jalur sepeda.
Supaya orang tidak sedikit-sedikit membawa mobill, trotoar harus tersedia di semua jalanan padat di Jakarta. Dengan demikian, untuk keperluan singkat -- makan siang, misalnya -- orang tak perlu berkendara. Jalur pejalan kaki yang baik juga akan merangsang orang untuk naik kendaraan umum. Sekarang ini kalau Anda turun bus TransJ di Jalan Buncit Raya, misalnya, Anda akan bingung: mau jalan dimana, tidak ada trotoar?

Membangun jalur sepeda saat ini terlalu berlebihan. Jakarta terlalu luas, sepeda bukan solusi transportasi. Kendaraan umum plus jalur pejalan kaki yang baik lah solusi yang tepat.

3. Berlakukan Undang-undang tenaga kerja untuk pekerja transportasi.
Saat ini sopir dan pembantu sopir metromini dan mikrolet tidak diikat dalam perjanjian kerja yang jelas, yang sesuai dengan peraturan perburuhan.

Mereka tidak digaji tetapi dikenai target setoran (dan mendapatkan kelebihannya). Mereka pun terdorong untuk berperilaku seperti yang kita lihat seekarang: berhenti sembarangan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, ngetem, main serobot, dan sebagainya.

Akibatnya, mereka menambah keruwetan lalunlintas yang sudah padat. Kalau mereka digaji seperti tenaga kerja lain dorongan untuk bersaing merebut penumpang akan berkurang dan bisa diharapkan mereka akan mengendarai mobil dengan lebih tertib.

4. Secara bertahap perbaiki kualitas kendaraan umum.
Kendaraan umum di Jakarta, terutama metromini dan yang sejenisnya, banyak yang sudah tak layak jalan. Sering mogok dan taka nyaman dinaiki. Kalaunsudah mogok menutupi jalan. Tidak perlu diganti seluruhnya secara langsung. Bertahap saja. Persyaratan untuk pengadaan baru ditambah (misal, perlu pakai pendingin udara).

5. Normalisasi jalan.
Jalan di Jakarta banyak yang tidak standar: lajur menyempit mendadak atau malah hilang, lajur putar balik atau belok kanan tidak ada sehingga mengganggu kendaraan yang mau lurus, dan sebagainya. Ketimbang membangun jalan baru, Pemda DKI lebih baik menormalisasi jalan-jalan yang tak standar ini. Tentu perlu pembebasan tanah, terutama disekitar persimpangan tapi pasti tanah yang perlu dibebaskan tak akan sebanyak kalau membangun jalan baru.

6. Marka jalan dibuat lagi.
Sebagian besar jalan di Jakarta tak punya maraka-marka jalan -- pembatas antar lajur, penanda arah lajur, garis berhenti di perempatan, dan sebagainya. Marka-marka jalan harus dibuat lagi supaya pengendara bisa lebih disiplin dan kalau melanggar bisa ditilang.

Sangat memalukan bahwa Jakarta tak bisa membuat marka jalan dengan benar. Lihatlah Surabaya atau Yogyakarta. Jalan-jalan di sana mulus rapi dan dengan dilengkapi marka yang lengkap dan jelas tak seperti Jakarta yang jalnnya bipeng-bopeng serta polos tanpa tanda apa-apa untuk membantu pengendara.

7. Aturan lalu lintas ditegakkan betul.
Pengendara harus diajari disiplin. Setiap pelanggaran harus ditilang. Kendaraan yang tak memenuhi syarat -- terutama kendaraan umum -- harus dikandangkan.

Saya yakin dengan 7 langkah mudah di atas, lalu lintas Jakarta akan menjadi jauh lebih baik. Jumlah kendaraan yang lalu lalang akan berkurang, kendaraan umum akan diminati, dan orang akan rela untuk berjalan kaki untuk tujuan-tujuan dekat.

Mari kita semua wujudkan agar kota ini menjadi lebih baik lagi dengan tindakan dan usaha guna membenahi ibu kota yang lambat waktu semakit pada puncak kehancuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar